Saat ini media cetak dan media elektronik diisi dengan informasi mengenai aneksasi NATO ( Pakta Pertahanan Atlantik Utara) terhadap Libya. Operasi NATO di Libya yang didahului oleh koalisi Barat, katanya untuk menegakkan zona larangan terbang sesuai dengan resolusi PBB Nomor 1973 . Bila koalisi menamakan aksinya di Libya sebagai Odyssey Dawn ( Operasi Fajar), NATO menamakan operasinya sebagai Unified Protector( Operasi Pelindung yang menyatukan). Komando Operasi NATO di Libya dipegang oleh seorang Jenderal Bintang tiga Charles Bouchard yang berasal dari Kanada.
Libya dipimpin oleh Kolonel Moammar Khadafi sejak tahun 1969 hingga sekarang dan dialah pemimpin dunia terlama menduduki kursi kepresidenan yang hampir selama 42 tahun. Pemerintah Khadafi dinilai zolim dan kekuasaan kelewat batas. Khadafi sering melakukan tindak teorisme yang “ disponsori negara “pembunuhan tokoh-tokoh oposisi ekspatriat ,tindakan nepotisme dan mengeruk keuntungan pribadi dengan jumlah yang besar. (Kompas 29 Maret 2011).
Irak dihancurkan dengan alasan memiliki senjata kimia pemusnah massal dan Libya digempur dengan alasan melindungi warga sipil. Apa yang dilakukan Koalisi Barat yang dilanjutkan oleh NATO terhadap Libya sesungguhnya adalah perbuatan membakar rumah untuk membunuh tikus. Kekerasan dilawan dengan kekerasan, kezaliman dijawab dengan kezaliman . Kezoliman pemerintahan Khadafi seharusnya tidak dihentikan dengan perang, tetapi dengan perdamaian.
Menyimak berbagai informasi yang di era teknologi informasi sekarang ini bisa diakses lewat media jaringan elektronik, seperti You Tube, Face book, Twitter, media cetak ,media elektronik dan sebagainya, terbaca berbagai pendapat mengenai serangan militer NATO terhadap Libya.
Ada yang mengatakan bahwa Operasi militer oleh Koalisi Barat yang dilanjutkan oleh NATO pada dasarnya adalah keinginan untuk merebut ladang minyak bumi yang banyak dimiliki rakyat Libya.
Hasrat mengusai minyak bumi dibungkus dengan misi kemanusiaan. Setelah strategi non-konvensional yaitu penghancuran lewat isu, informasi, budaya , narkoba, dan lewat tangan rakyat Libya sendiri , namun tidak berhasil menundukkan pemerintahan Libya, maka strategi konvensional dengan menggerakkan mesin-mesin perang yang dimiliki AS beserta Negara-negara NATO lainnya dengan dashat menggempur Libya.
Serangan sekutu dan NATO yang mengatasnamakan kemanusiaan itu, tetap saja menyambar nyawa-nyawa tidak bersalah alias rakyat. Mereka (AS dan negara-negara Eropa ) memang menghormati kebebasan dan HAM, tapi bersyarat yaitu asal kepentingan ekonomi Barat terjamin. Akibatnya, perlawanan terhadap hegemoni Barat tidak akan pernah berakhir, perdamaian dunia tidak akan terwujud.
Bagaimana reaksi dalam masyarakat Indonesia mengenai serangan militer sekutu dan NATO ini ? Melalui serangan militer yang diberi nama Operasi Odyssey Dawn , jet-jet tempur AS yang diperkuat dengan Pembom B 2 Spirit menjatuhkan bom-bom strategis ke wilayah Libya, dibantu tembakan-tembakan Rudal berjenis Tom-Hawk yang dilancarkan dari kapal perang AS . Kemudan pesawat negara-negara NATO lainnya menyusul dengan menghancurkan fasilitas, instalasi / pangkalan militer Libya tanpa balasan yang berarti dari Libya. Adakah yang bertanya, pantaskah NATO menganeksasi Libya ?
Jiwa bangsa Indonesia adalah jiwa kemerdekaan, jiwa yang ingin mewujudkan masyarakat adil dan makmur, jiwa yang ingin mewujudkan kedamaian dunia dengan bersahabat dengan negara-negara lain “ zero enemy “. Itulah Indonesia.
SBY dalam pidatonya menyerukan untuk melakukan gencatan senjata dan pencarian solusi konflik di Libya. SBY menyerukan pada PBB dan masyarakat dunia agar dua elemen penting Resolusi DK PBB No 1973 dapat bersama diwujudkan, yakni gencatan senjata dan pencarian solusi.
Kedua elemen penting yang termaktub dalam Resolusi 1973/2011 dan dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB kurang banyak diangkat sehingga tidak banyak diketahui masyarakat luas resolusi yang kerap digunakan hanya aturan no fly zone dan perlindungan masyarakat sipil. SBY juga mengusulkan dan menyerukan pada PBB dan masyarakat internasional untuk mengambil langkah untuk mengakhiri kekerasan dan menjaga keselamatan warga sipil.
Seruan tersebut disampaikan dalam bentuk surat yang juga pernah dilakukan Indonesia ketika terjadi perang Israel dan Libanon dalam skala besar. Kala itu korban berjauhan dan tidak ada tanda menghentikan perang.
Pertanyaannya adalah, apakah pengiriman seruan dalam bentuk surat ini sudah merupakan usaha maksimal bagi bangsa yang memiliki penduduk 235 juta ini, dan bagaimana pengaruhnya bagi Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian dunia, dan turut serta berpartisipasi secara aktif dikancah dunia internasional. Ataukan ini menggambarkan besarnya nyali yang dimiliki oleh bangsa ini.
0 komentar:
Posting Komentar